Body Shaming yukkk Enyahin
Tulisan pertama saya yaitu tentang Body Shaming atau Bullying.
Alasan saya memilih topik ini bukan karna topik ini menjadi tren pembicaraan saat ini, karena didasarkan saya pernah menjadi korban, bahkan secara tidak sadar kita "mungkin" juga pernah menjadi pelaku "bullying". Selain itu, saya juga ingin berbagi agar sebaiknya kita membicarakan hal yang lebih penting yang kiranya bisa menambah wawasan kita dan setidaknya tidak melukai orang lain.
Sumber gambar: https://www.herzindagi.com/health/body-shaming-and-its-effects-on-women-article-61103
Ketika kita membahas tentang Body Shaming dan melakukan penolakan atas tindakan tersebut, pelaku akan mengatakan "Dasar Baper-an, Lebay" atau sejenisnya. Saya sangat prihatin dengan mental orang saat ini, yang kurang menghargai perasaan orang lain. Menurut saya, Tuhan menciptakan manusia dengan sangat unik dan berbeda. Perbedaan itulah, yang menjadikan dunia penuh warna dan menjadi mengasyikkan, tetapi banyak diantara kita yang menciptakan standart atas kecantikan. Standart itu meliputi tinggi badan, warna kulit, dan bentuk fisik lainnya. Saya rasa orang-orang seperti itu adalah orang-orang yang termajinalkan, karena mereka hanya melihat dari satu perspektif saja. Saya pernah menbaca buku yang berjudul "Beauty timeless", dalam buku itu ada pernyataan yaitu manusia diciptakan dengan total nilai 100, tetapi pembagian berbeda, entah 100 untuk 80 kecantikan dan 20 kebaikan atau 50 kecantikan, 20 kebaikan, 30 kepintaran. Dari situ, saya berpikir bahwa Tuhan tidak pernah menciptakan manusia dengan cacat. Banyak kebaikan yang kita tidak ketahui dan mungkin kita dustakan. Jadi untuk apa menilai manusia dari paras semata, ketika ada sudut lain yang bisa kita pandang. Mudah tersenyum, mudah memaafkan, dan selalu ada adalah kecantikan yang juga tidak semua orang mempunyai porsi yang sama. Ini tentang selera, dan untuk apa memasang selera kita ke orang yang berbeda selera. Kalau kamu suka bakso kenapa harus memaksa orang yang menyukai mie untuk menyukai bakso ?
Lanjut ke cerita saya ketika saya merasa menjadi korban Body shaming. Saya terlahir dikeluarga yang Tuhan beri nikmat. Saudara kandung saya diberikan kebaikan paras dan saya tidak mempermasalahkan hal itu, karna kehidupan kita sangat baik-baik saja. Saya malah bersyukur telah dititipkan pada keluarga saya, karna banyak hal yang bisa saya pelajari dan mendewasakan diri saya saat ini. Banyak problematika yang harus kita lalui bersama, sehingga kita bisa menilai dan mengerti bagaimana bahagia dan menciptakan kebahagiaan. Kembali lagi ke cerita, saya merasa berbeda karena saya dilahirkan dengan fisik yang jauh dari standart orang sekitar saya. Saya memiliki kulit coklat cenderung hitam, wajah yang memproduksi kadar lemak lebih tinggi, we can say pabrik minyak lah, tinggi badan yang standart, rambut ikal dan itu jauh dari standart yang ada. Sangat berbeda dengan saudara saya yang memiliki kulit putih, hidung mancung, dan lainnya. Hal itu menjadikan saya tumbuh menjadi pribadi yang minder dan tidak suka bersosialisasi, karena menurut saya manusia itu jahat. Judge by cover. Sejak kecil selalu ada orang yang membandingkan diri saya dengan saudara saya, and that is bad. Tetapi hal yang saya ingat menginjak SMA. Waktu itu, ada sebuah ekstrakurikurer musik semacam Band (How I describe it ?). Awalnya saya tidak tertarik dengan hal-hal semacam itu, Kemudia ada salah seorang teman mengajak, singkatnya begitu sih tapi bukan benar-benar teman yang ngajak tetapi kakak kelas. Suatu hari calon anggota yang mendaftar diharuskan kumpul dan mengikuti semacam ospek atau apalah itu, ya karena saat itu saya tidak punya motor jadilah kakak tingkat memberi tebengan ke kita. Kebetulan teman aku cantik banget dan menjadi salah satu primadona di sekolah. Asyik gak sih jadi primadona itu ? BTW belum pernah ngerasain (Just kidding). And then, ada kakak tingkat yang bonceng saya, dan diperjalanan He asked me "Kamu adeknya si X ?" "Iya" (I replied), trus saya lanjut ngomong "Beda ya ?" kenapa saya nambahin ? karna saya sadar kakak saya ganteng. Oke lanjut, dan kakak tingkatku yang cowok itu membalas dengan intonasi yang you know lah, sangatlah menguderestimate yaitu "bedaaa banget". My heart was broken. sangat menyakitkan. dan itu menjadikan hari saya sangat buruk. saya tidak nyaman, dan saya memutuskan out dari lingkungan itu.
Hal-hal semacam itu terus saya terima hingga saya kuliah, bahkan orang yang saya anggap sahabat melakukan hal serupa. That is why, I dont believe about friendship. Kalimat-kalimat yang saya terima diantaranya "Kok kamu beda? jangan-jangan kamu bukan anak kandung" "kok kakakmu cantik sih ?", "Kok kamu gak cantik ?", "kamu kok tambah 'celeng (item ya), dia berbohong kata 'celeng=cantik" dan sebagainya. Saya terkadang bingung, sebagai teman dekat apa itu saja yang mereka mengerti tentang diri saya ? dan lalu bukankah terlalu kasar mengatakan hal-hal seperti itu, sedangkan kamu berusaha dengan sangat hati-hati tentang mengatakan suatu hal. karena hal seperti itu sangat menyakiti dan bisa mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Semakin saya berteman dan tinggal dengan lingkungan seperti itu mebuat saya merasa stress dan saya merasa depresi. Emosi dalam diri saya sangat labil. Saya merasa tidak percaya diri dan saya selalu malu. Saya mengijinkan kata-kata itu masuk pada diri saya dan membatasi kemampuan yang seharusnya saya kenali. Saya membatasi ruang kebebasan saya. Saya menjadi orang yang lebih anti sosial dan lelah untuk menjalani hidup seperti itu. Saya masih tersenyum dihadapan mereka, tapi hati saya remuk, dan terkadang saya menyimpan rasa sakit itu dan melampiaskannya ketika saya sendiri. Hal yang dapat saya lakukan hanyalah menagis ketika sendiri. Intinya saya tidak ingin kelihatan lemah didepan umum.
Cerita ini saya publish bukan untuk saya dikasihani. Saya sekarang sadar, saya tidak bisa menyuruh orang untuk menyukai saya. Saya cukup tidak perlu memikirkan hal hal "cemen" yang tidak perlu dipikirkan dan saya dianugrahkan Tuhan tentang dunia itu indah. Banyak hal yang masih bisa saya saya syukuri, seperti hidup diantara keluarga yang saling mencintai, bernapas dengan keadaan normal, keadaan yang cukup, dan banyak hal lagi yang kiranya saya jabarkan tidak akan cukup. Intinya, kita tidak bisa memaksakan lingkungan untuk menerima kita sepenuhnya, karna emang kodratnya seperti itu. Yang perlu kita lakukan adalah menjadi manusia yang sebaik-baiknya, dan tidak menjadi bagian dari kejahatan itu. Karna masih banyak kebaikan yang perlu kita tabur, untuk menciptakan senyum yang masih terkekang.
Kunci bahagiaku adalah jujur pada diri sendiri, menangis saja kalau ingin menangis. Makan coklat atau manisan sepuasnya jika sedih, tapi jangan lupa, Tuhan selalu di sisi kita, apapun itu.
Comments
Post a Comment